IPA SMK 2



TUGAS IPA

PERISTIWA-PERISTIWA ALAM DI INDONESIA YANG BERPENGARUH PADA EKOSISTEM

   



1.Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan di Kalimantan Timur yang terjadi pada tahun 1983 merupakan suatu fenomena bencana di hutan hujan tropis dataran rendah di Indonesia. Peristiwa itu menunjukan bagaimana kondisi alam dan kegiatan manusia dapat secara bersama-sama menimbulkan suatu situasi, sehingga bahwa hutan di daerah tropika yang terletak di khatulistiwa itu bisa terbakar.
   

Berdasarkan penelitian Lennertz dan Pance (1983) beserta teman kerjanya dari Indonesia tercatat 3,5 juta hektar hutan telah mengalami rusak berat akibat musim kemarau yang panjang pada tahun 1982 dan kemudian diikuti kebakaran pada awal tahun 1983. Hutan yang rusak meliputi 800.000 hektar hutan primer, 1.400.000 hektar hutan yang telah ditebang kayu gelondongannya, 750.000 hektar hutan sekunder, perladangan, dan penghunian penduduk, serta 550.000 hektar rawa gambut dan hutan rawa gambut. Di antara hutan yang mengalami musibah itu adalah Taman Nasional Kutai, hutan penelitian, dan banyak areal hutan untuk tanaman percobaan.

Kawasan hutan di Kalimantan Timur sejak tahun 1982 keadaannya cukup kering untuk sudah terbakar dan merupakan masa buruk bagi Kalimantan dalam abad itu. Analisis yang dibuat Leighton (1984) terhadap Kalimantan Timur mengenai pola curah hujan tahunan menunjukan, bahwa daerah itu sangat dipengaruhi oleh menghangatnya air laut musiman yang melanda perairan Peru dan Ekuador yang dikenal dengan nama El Nino.

Fenomena ini mengakibatkan lebatnya hujan di daerah Pasifik Timur dan berkurangnya hujan di Pasifik Barat. Ada dugaan bahwa kekeringan di Kalimantan yang diderita tahun itu mungkin merupakan kejadian yang berulang setiap 100 tahun. Data kejadian di masa lalu tidak dapat diperoleh sehingga pendapat itu tidak dapat diuji kebenarannya. Sebagaimana diketahui, kebakaran justru terjadi di kawasan hutan yang kompleks dengan kekayaan jenis yang masih tersisa di kawasan Asia Tenggara. Kalimantan Timur adalah pusat penyebaran jenis-jenis pohon, termasuk keluarga Dipterocarpaceae yang bernilai ekonomi penting.

Kawasan yang terletak di sepanjang garis Khatulistiwa itu merupakan habitat dari banyak jenis satwa yang populasinya jarang dan terancam punah, seperti mawas (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), banteng (Bos Javanicus), beruang madu (Helartos malayanus), dan banyak jenis burung rangkok, serta jenis pohon terkenal, seperti meranti, liana, anggrek, palma, dan pohon buah yang hidup liar. Beberapa jenis hidupan liar dapat menghindari dari api, akan tetapi banyak lainnya yang musnah. Diduga banyak jenis tanaman dan binatang yang langka yang belum sempat dikenal oleh ahli biologi telah lenyap akibat kebakaran.

Kebakaran di Kalimantan Timur telah pula mengancurkan kayu niaga dalam jumlah yang amat besar. Lennertz dan Pance (1983) menyebutkan bahwa di dalan hutan yang belum ditebang, sabagai akibat dari kebakaran itu kira-kira 50% kayu yang ekonomis mati tebakar atau mengalami kekeringan, dengan nilai mencapai US $ 2 miliard. Diperkirakan 60% hutan yanh telah dikonsesikan juga rusak sehingga tidak menghasilkan sama sekali kayu tebangan. Kerugian ini diduga berkisar antara US $ 3,6 hingga 6 miliard berdasarkan perhitungan nilai kayu yang potensial. Banyak pohon di hutan yang terhindar dari api saat ini telah diganggu oleh serangga penggerek kayu serta oleh jamur parasit dan tidak lama lagi akan mati juga. Pohon-pohon lainnya mungkin akan tertebang juga seperti pohon-pohon yang lain. Banyak pertanyaan timbul mengenai bagaimana proses pemulihan hutan dari kerusakan hutan akibat kebakaran oleh api yang besar akan berlangsung. Prosesi suksesi tentunya berbeda bila dibandingkan dengan kejadian di kawasan hutan yang diramba oleh kasus perladangan berpindah-pindah.

Dari penelitian Riswan dan Yusuf (1984) disimpulkan bahwa kebakaran hutan di KALTIM menyebabkan kematian 130 pohon per hektar di hutan primer dan 197 pohon per hektar di hutan sekunder lama. Enam bulan sesudah kebakaran ternyata tinggal hampir 23% dari pohon-pohon yang tersisa di hutan primer sedangkan 32,5% dari pohon-pohon yang tersisa di hutan sekunder lama bertunas kembali dan pohon ulin (Eusideroxylon zwageri) tampaknya merupakan tanaman yang palinh tahan dan mampu hidup kembali sesudah masa kebakaran. Dari survei-survei terlihat bahwa beberapa daerah yang terbakar itu telah ditumbuhi kembali oleh vegetasi sekunder melebat, seperti tanaman-tanaman merambat terbuka dari Convolvulaceae dan Cucurbitaceae. Di tempat-tempat terbuka vegetasi sekunder didominasi oleh Macaranga, Trema, Mollotus, Omallanthus, dan jenis tanaman sekunder dan semak-semak. Tentu saja daerah yang terbakar berat tidak pernah lagi pulih seperti keadaannya semula dengan keanekaragaman ekologinya.

Banyak lagi timbul masalah lain dari peristiwa kebakaran hutan di KALTIM. Antara lain erosi tanah, perusakan tanah, banjir dan hanyut oleh sungai Mahakam. Masalah terakhir ini dapat menimpa usaha perikanan di daerah pedalaman di sepanjang sungai dan menyulitkan operasi pembalakan kayu yang menggantungkan usahanya kepada transportasi sungai. Ada kemungkinan besar bahwa timbulnya kebakaran-kebakaran menyebabkan erosi terus-menerus dan pada waktu yang lain tertimpa kekeringan. Sangat banyak tegakan pohon yang mati dan padatnya tumbuhan penutup tanah akan mudah tersulut api jika lingkungannya kering

2. Pencemaran Air

Ribuan Ikan Kembali Mati Mengambang di Kali Surabaya

TEMPO.CO, Surabaya - Ribuan ikan jenis besar di Kali Surabaya ditemukan mati mengambang. Dari pantauan Tempo, ikan-ikan ini mati mengambang mulai kawasan Waru Gunung, Driyorejo, hingga kawasan Wringin Anom, Kabupaten Gresik.

Kematian ikan diduga akibat pencemaran limbah ratusan pabrik yang berdiri di sepanjang bantaran Kali Surabaya. "Saya menduga ada dua pabrik, yaitu pabrik penyedap masakan dan pabrik tepung yang punya andil dalam membunuh ikan-ikan ini," kata Direktur Lembaga Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetlands Conversation, Ecoton) Surabaya, Prigi Arisandi, kepada Tempo, Sabtu, 26 Mei 2012.

Menurut Prigi, kecurigaan ini bukanlah tanpa alasan karena di sepanjang aliran sungai ditemukan banyak kotoran limbah tetes tebu yang merupakan bahan pokok pembuat penyedap rasa masakan. Tak hanya itu, juga banyak ditemukan lendir-lendir mirip sisa tepung yang mengambang di sepanjang Kali Surabaya.

Ikan-ikan yang mati di antaranya berjenis keting, rengkik, jendil, bader, serta berot. Rata-rata ikan tersebut merupakan ikan besar dengan ukuran hingga betis orang dewasa. Matinya ikan-ikan tersebut menjadi perhatian warga yang bermukim di tepi sungai. Namun, karena khawatir mengandung racun, mayoritas warga tak berani mengambil ikan tersebut untuk dijadikan santapan.

Data dari Ecoton menunjukkan, pada Jumat, 25 Mei 2012, di sekitar kawasan Gempol Kerep, Kabupaten Mojokerto, juga ditemukan ribuan ikan yang mati mengambang. "Warga di Gempol Kerep mencium bau tetes tebu sejak pukul 7 pagi, dan pada siang harinya ribuan ikan di sana mati," ujar Prigi.

Ecoton mendesak PT Perum Jasa Tirta segera menggelontorkan air dengan membuka pintu-pintu air sehingga air yang ada di Kali Surabaya segera terbuang ke laut. Ecoton juga mendesak Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo, untuk sementara menghentikan aktivitas pengambilan air Kali Surabaya sebagai bahan baku utama air minum sebelum adanya upaya penggelontoran oleh PT Jasa Tirta.

"Kami juga mendesak gubernur harus turun langsung, seluruh pabrik di bantaran sungai harus ditutup. Untuk mengatasi pencemaran Kali Surabaya diperlukan ketegasan gubernur," ucap Prigi.

Prigi mengatakan tim Ecoton akan menemui Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Senin, 28 Mei 2012. Ecoton ingin menyampaikan langsung desakannya agar Gubernur menyelamatkan Kali Surabaya dari gempuran limbah. Apalagi kematian massal ikan di Kali Surabaya sudah berulang kali terjadi.

Sementara itu, Direktur Utama PDAM Surabaya Ashari Mardiono mengatakan masih dalam tahap melakukan penyelidikan masalah pencemaran Kali Surabaya. "Kita saat ini sedang berkoordinasi dengan Perum Jasa Tirta dan kita datangi langsung ke lokasi ikan mati," tutur Ashari.

Menurut Ashari, PDAM saat ini telah melakukan antisipasi dengan cara melakukan penambahan zat aditif yang diperlukan untuk menambah oksigen dalam air yang terkontaminasi limbah.

3. Perburuan liar ancam populasi rusa Potowayburu

Timika - Aksi perburuan liar yang tidak terkendali mengancam populasi satwa rusa di wilayah Potowayburu, Distrik Mimika Barat Jauh, Mimika, Provinsi Papua.

Kepala Dinas Peternakan, Tanaman Pangan, dan Perkebunan (DPTPP) Mimika, John Wicklif Tegai, kepada ANTARA di Timika Kamis mengatakan, saat ini satwa rusa di Potowayburu diperkirakan tinggal ratusan ekor.

Dia mengatakan, perburuan secara alami termasuk pemasangan jerat oleh warga setempat yang terus-menerus dilakukan akan mengancam populasi satwa rusa Potowayburu.

"Kalau tidak ada upaya penangkaran oleh pemerintah maka lama kelamaan rusa Potowayburu akan punah," kata John.

Ia mengatakan, sekitar tahun 2005 Dinas Peternakan Mimika pernah melakukan survei awal untuk menghitung populasi rusa di Potowayburu dengan cara menghitung penyebaran kotoran rusa dan mencari jejak rusa di wilayah itu.

Tujuan dari survei saat itu dalam rangka melakukan sebuah rencana besar yaitu melakukan penangkaran rusa di Potowayburu.

"Upaya yang kita lakukan saat itu dalam rangka bagaimana potensi rusa di Potowayburu bisa kita tangkar sehingga populasinya bisa berkembang. Kalau rusa Potowayburu ini berkembang pesat maka hal ini bisa menjadi salah satu sumber pangan hewani di Kabupaten Mimika, apalagi struktur dan tekstur dagingnya sangat enak," kata John.

Meski upaya melakukan penangkaran rusa di Potowayburu bukanlah pekerjaan ringan mengingat wilayah itu terdiri atas hutan belantara dan sungai-sungai yang lebar, namun menurut John, jika ada kepedulian dari Pemkab Mimika baik dalam hal program maupun anggaran maka rencana itu bisa terealisasi.

Dari hasil studi awal tahun 2005 itu, katanya, populasi rusa di Potowayburu diperkirakan masih berjumlah ratusan ekor. Namun dengan tingkat perburuan liar bahkan pemasangan jerat yang tinggi, populasi rusa Potowayburu diperkirakan mengalami penurunan.

DPTPP Mimika berencana untuk menangkar beberapa anak rusa Potowayburu di Timika. Salah satu lokasi alternatif untuk penangkaran anak rusa Potowayburu itu, yakni di sepanjang Jalan Cenderawasih Kampung Karang Senang-SP3 Timika mulai dari Rumah Jabatan Bupati Mimika hingga pintu masuk Kota Kuala Kencana.

"Kalau anak rusa kita lepas di situ dan sekelilingnya dibangun pagar tinggi maka itu akan menjadi sebuah panorama yang sangat menarik," kata John.

4.Pembalakan Liar

Pembalakan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Pembalakan liar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau pribadi-pribadi yang membutuhkan. Pohon-pohon ditebang dengan seenaknya untuk keperluan pribadi dan tanpa izin, membuka hutan dan menguras habis isinya dan tanpa menanam kembali hutan untuk kelestarian selanjutnya.

Akibat Pembalakan Liar Hutan Indonesia

Pembalak-pembalak liar tidak peduli dengan penanaman kembali pohon. Sebanyak 42 juta Ha hutan di Indonesia telah berkurang dari 130 juta Ha luas hutan Indonesia. Tentu saja penanaman pohon-pohon itu memakan waktu yang tidak sedikit. Lahan-lahan hutan yang tidak ditanami kembali menyebabkan bencana melanda. Longsor, banjir adalah akibat dari penggundulan hutan.

Hutan yang menggundul mengakibatkan habitat hewan-hewan buas di hutan pun menjadi semakin punah, hal ini mengakibatkan hewan-hewan buas tersebut keluar dari hutan dan mencari makanan di kampung-kampung sekitar hutan. Seperti kita ketahui banyak kejadian sawah-sawah penduduk yang rusak diterjang hewan-hewan hutan dan bahkan penduduk kampung sendiri yang diterkam oeh hewan buas yang mencari mangsa. Efeknya luas bagi kehidupan masyarakat.

Selain itu fungsi hutan sebagai paru-paru dunia menjadi rusak, mengakibatkan iklim dunia khususnya Indonesia menjadi lebih panas berakibat pada efek rumah kaca.

Peraturan Penebangan Liar

Peraturan untuk mengatur pembalakan liar penting untuk diadakan karena dengan adanya aturan maka ada sanksi. Pengenaan sanksi yang seberat-beratnya untuk pelaku pembalakan liar penting sebagai kekuatan yang membuat pelaku pembalakan liar menjadi sungkan mengulangi perbuatannya.

Sampai saat ini belum ada undang-undang yang mengatur mengenai pembalakan liar, yang ada baru berupa rancangan undang-undang, yaitu Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar (P3L). Rancangan undang-undang menjadi perlu dan penting karena peraturan-peraturan yang ada sebelumnya belum dapat mengatasi adanya pembalakan liar.

5.Kerusakan Hutan Akibat Ulah Tangan Jahil Manusia

Dampak kerusakan hutan terhadap lingkungan, memberi akibat kepada mahluk hidup di sekitarnya, baik dalam hutan maupun di luar hutan. Kerusakan hutan dengan intensitas yang besar berakibat negatif pada ekosistem hutan, namun ada kerusakan hutan memberikan dampak positif terhadap kelangsungan permudaan di dalam hutan.

Jenis-jenis pohon yang hidup di dalam hutan mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap cahaya. Ada yang tergolong dalam jenis intoleran atau jenis senang cahaya dan ada yang termasuk dalam jenis toleran atau jenis yang memerlukan naungan atau jumlah intesitas cahaya yang terbatas. Sedangkan ada jenis yang tergolong dalam "Gap Opportunists", banyak di dalamnya jenis-jenis dari family Dipterocarpaceae.


Jenis-jenis gap opportunist mengambil keuntungan positif dari celah-celah (gap) yang terbentuk karena tumbangnya pohon-pohon yang besar. Permudaan jenis ini dapat tumbuh di bawah naungan pohon induk tetapi bila beberapa tahun tidak ada perubahan cahaya matahari yang masuk sampai ke dasar maka akan terjadi kematian masal dari semai-semai ini.

Dalam proses alami pohon-pohon akan menjadi tua dan mati, tumbangnya pohon-pohon tua ini membuka peluang bagi hidupnya semai-semai yang memerlukan cahaya dalam pertumbuhan. Kerusakan hutan atau istilahnya "disturbance" ganguan-gangguan dalam intensitas yang terbatas memberikan dampat posistif terhadap pertumbuhan semai-semai dan regenerasi di dalam hutan. Semua ini terjadi agar keseimbangan ekosistem dalam hutan dapat terjadi melalui proses alami yang berjalan dengan baik. Namun bila intensitas kerusakan hutan itu tinggi melebihi "daya lenting" yang ada, maka akan terjadi deforestasi yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.Dampak negatif dari kerusakan hutan terhadap lingkungan hidup adalah sebagai berikut

       •     Sistem hidro-orologis menjadi terganggu

       •     Banjir dan tanah longsor pada musim hujan.

       •     Kekeringan pada musim panas

       •     Punahnya Biodiversitas

       •     Kemiskinan dan Kerugian secara ekonomis

       •     Perubahan Iklim dan Pemanasan Global

       •     Rusaknya Ekosistem Darat maupun Laut

       •     Abrasi Pantai dan Intrusi dari Laut

       •     Hilangnya ciri khas budaya masyarakat

6. Penambangan

Kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan

Kegiatan penambangan juga dapat mengubah permukaan bumi. Sebagian besar bahan tambang berada di dalam tanah. Pengambilan bahan tambang dengan cara digali atau ditambang. Ada dua macam jenis penambangan yaitu penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah.

Penambangan terbuka adalah penambangan yang dilakukan di permukaan bumi. Beberapa bahan tambang seperti tembaga, besi, batu bara, kapur, dan aluminium sering ditemukan di permukaan bumi. Oleh karena itu, untuk mengambilnya tidak perlu menggali. Kegiatan ini mengubah bentuk permukaan bumi menjadi lubang-lubang bekas penambangan. Bahan tambang lainnya digali dari terowongan yang berada ratusan meter di bawah permukaan tanah. Cara ini disebut penambangan bawah tanah. Penambangan ini lebih sulit daripada penambangan di permukaan. Para penambang menggali sebuah lubang menuju ke dalam tanah dan mengambil bijih. Pengambilan bijih ini menggunakan bor atau bahan peledak sebelum diangkut ke  permukaan. Kegiatan ini menimbulkan tanah berongga. Tanah yang berongga menyebabkan tanah kurang kuat sehingga bisa runtuh.

Selain penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah, ada juga cara lainnya yaitu pengerukan. Pengerukan merupakan cara lain yang digunakan untuk mengumpulkan logam-logam yang terendap di dalam batuan di dasar sungai atau sumber air lainnya.

Beberapa dampak negatif akibat pertambangan jika tidak terkendali antara lain sebagai berikut:

1). Kerusakan lahan bekas tambang.

2). Merusak lahan perkebunan dan pertanian.

3). Membuka kawasan hutan menjadi kawasan pertambangan.

4). Dalam jangka panjang, pertambangan adalah penyumbang terbesar lahan sangat kritis yang susah dikembalikan lagi sesuai fungsi awalnya.

5). Pencemaran baik tanah, air maupun udara. Misalnya debu, gas beracun, bunyi dll.

6). Kerusakan tambak dan terumbu karang di pesisir.

7). Banjir, longsor, lenyapnya sebagian keanekaragaman hayati.

8). Air tambang asam yang beracun yang jika dialirkan ke sungai yang akhirnya ke laut akan merusak ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut.

9). Menyebabkan berbagai penyakit dan mengganggu kesehatan.

10). Sarana dan prasarana seperti jalan dll. rusak berat.

7. Pertanian   Dan Perkebunan

Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang dapat membuat makanan sendiri. Manusia membutuhkan makanan yang diperoleh dari tumbuhan tersebut. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Dalam memenuhi kebutuhan pokok, manusia menanam berbagai tumbuhan. Misalnya, padi, jagung, kelapa, dan tebu. Ketika menanam padi, para petani mencangkul tanahnya terlebih dahulu. Langkah itu dilakukan untuk menggemburkan tanah. Alat yang digunakan bisa berupa cangkul. Dengan kemajuan teknologi, alat yang digunakan untuk menggemburkan tanah diganti dengan traktor. Pernahkah kamu melihat traktor? Traktor dapat memudahkan pekerjaan petani dalam mengolah sawahnya. Petani menggunakan traktor untuk mengolah sawahnya.

Jika kamu amati, dengan menanam padi, kebutuhan pangan manusia dapat terpenuhi. Namun, banyak kegiatan pertanian yang menyebabkan permukaan bumi berubah. Di antaranya penebangan pohon di hutan untuk membuka lahan pertanian baru.

8. Pembangunan Permukiman

Pernahkah kamu mendengar istilah sensus penduduk? Sensus penduduk dilakukan untuk mendata jumlah penduduk. Kegiatan itu dilakukan oleh salah satu lembaga pemerintah yakni Badan Pusat Statistik (BPS).

Berdasarkan data sensus penduduk, jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah. Selain kebutuhan pangan, kebutuhan tempat tinggal pun meningkat. Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan pokok manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa memiliki tempat tinggal. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia membangun rumah.

Pembangunan rumah di lahan yang tepat akan berdampak positif. Misalnya, pembuatan rumah pada lahan yang kurang baik untuk pertanian. Akan tetapi, jika bukit-bukit yang rimbun oleh pepohanan dialihfungsikan menjadi lahan perumahan, akan berdampak negatif bagi lingkungan

9. PENCEMARAN TANAH OLEH PUPUK

Di Indonesia, penggunaan pupuk kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek pada masa pemerintahan Orde Baru untuk mendorong produktivitas pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang diadakan sejak tahun 1990-an. Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada decade 1980-an. Waktu itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, dll. Indonesia yang Berjaya saat itu sempat mengalami swasembada beras. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Pada decade 1990-an, petani mulai kelabakan menghadapi kesuburan tanah yang merosot, ketergantungan pemakaian pupuk kimia ( anorganik) yang makin meningkat, dll.

Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia. Untuk penggunaan pupuk anorganik, hal ini berdampak:

1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah karena pupuk anorganik

2. Kesuburan tanah yang merosot / tandus.

3. Keseimbangan ekosistem tanah yang rusak.

4. Terjadi peledakan dan serangan jumlah hama.

C. PEMAKAIAN PUPUK KIMIA

Menurut Altieri ( 2000 ) , pupuk anorganik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian, tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan adanya penggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya degradasi ( pencemaran ) lingkungan pada lahan pertanian. Alasan utama kenapa pupuk anorganik menimbulakan pencemaran pada tanah adalah karena dalam prakteknya banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan pupuk buatan ( anorganik ) yang terus- menerus akan mempercepat habisnya zat- zat organic , merusak keseimbangan zat- zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai penyakit tanaman.

Pencemaran kimia dari pupuk merupakan pencemaran unsure- unsure hara tanaman. Tanah –tanah yang dipindahkan oleh erosi umumnya mengandung unsure hara lebih tinggi daripada tanah yang ditinggalkan karena lapisan tanah yang terosi umumnya adalah lapisan atas yang subur. Di samping itu , fraksi tanah yang halus lebih mudah tererosi sehingga unsure hara terutama “P” sebagian besar diserap butir- butir tanah tersebut maka banyak unsure “P” yang hilang karena erosi. Sebagian besar “P” dalam tanah sukar larut sehingga “P” diangkut ke tempat lain bersama dengan aliran permukaan atau air infiltrasi.

Akibat pencemaran dari limbah industri dan pemakaian pupuk anorganik yang terlalu banyak secara terus menerus menyebabkan unsure hara yang ada di dalam tanah menurun. Di negara Indonesia sendiri, sebagian besar lahan pertanian telah berubah menjadi lahan kritis. Lahan pertanian yang telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7 juta hektar lahan pertanian yang ada di Indonesia. Kesuburan tanah di lahan- lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari tahun ke tahun menurun. Keberhasilan diukur dan ditentukan dari berapa banyaknya hasil dari panen yang dihasilkan , bukan diukur dari kondisi dan keadaan tanah serta hasil panennya. Semakin banyak hasil panen, maka pertanian akan dianggap semakin maju.

Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara dan substrat bagi mikrobia tanah. Bahan organik tanah merupakan bahan penting untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik untuk menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu dilakukan.

Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses fisika, kimia dan biologi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi mikro organisme tanah.Bahan organik secara fisik mendorong granulasi, mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air.

Apabila tidak ada masukan bahan organik ke dalam tanah akan terjadi masalah pencucian sekaligus kelambatan penyediaan hara. Pada kondisi seperti ini penyediaan hara hanya terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah, sehingga mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang.

Pupuk memiliki kandungan nitrogen di dalamnya. Unsur nitrogen yang ada dalam pupuk ini mudah larut. Pemberian nitrogen berlebih di samping menurunkan efisiensi pupuk, juga dapat memberikan dampak negative di antaranya meningkatkan gangguan hamadan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu , perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga pengolahan sumber daya secara efektif, efisien dan aman lingkungan dapat diberlakukan.

10.TanahLongsor

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.

JENIS TANAH LONGSOR

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

1.
   

Longsoran Translasi
   


Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

   

   

2.
   

Longsoran Rotasi
   


Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

   

   

3.
   

Pergerakan Blok
   


Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

   

   

4.
   

Runtuhan Batu
   


Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

   

   

5.
   

Rayapan Tanah
   


Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

   

   

6.
   

Aliran Bahan Rombakan
   


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

   

   

GEJALA UMUM TANAH LONGSOR

    Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
    Biasanya terjadi setelah hujan.

Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

    Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

You May Also Like

0 comments